SOLOK KOTA – Tim Kuasa Hukum pasangan calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solok, H. Nofi Candra, SE, dan Leo Murphy, SH, MH (NC-LM), melaporkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Solok ke Bawaslu Sumatera Barat (Sumbar) atas dugaan keberpihakan dalam menangani laporan pelanggaran pemilu. Langkah ini diambil setelah tiga laporan pelanggaran pidana Pilkada yang mereka ajukan dinilai tidak ditindaklanjuti secara adil oleh Bawaslu Kota Solok.
"Kami meminta Bawaslu Sumbar mengambil alih laporan yang telah kami ajukan, karena kami menilai Bawaslu Kota Solok tidak netral dan berpihak kepada salah satu paslon, " ujar Amnasmen, SH, didampingi Dr. Aermadepa, SH, MH, setelah menyampaikan laporan ke Bawaslu Sumbar.
Tiga Laporan Pelanggaran Pemilu
Amnasmen menjelaskan, laporan pertama terkait kampanye tanpa izin (Surat Tanda Terima Pemberitahuan - STTP) yang dilakukan oleh paslon Ramadhani Kirana Putra dan Suryadi Nurdal. Kampanye tersebut melibatkan pejabat ASN, dihadiri ASN, dan menggunakan fasilitas pemerintah. Bukti yang diajukan meliputi video yang menunjukkan pelanggaran, undangan resmi dari pejabat ASN, serta rekaman janji terkait penambahan gaji dan THR.
“Semua bukti kami nilai sangat jelas, namun Bawaslu Kota Solok memutuskan bahwa laporan tersebut tidak memenuhi unsur pelanggaran pidana, ” tegas Amnasmen.
"Kami anggap terang benderang, ada unsur-unsur pidana. Melibatkan ASN yang terlihat dalam video. Memakai fasilitas pemerintah kami datang kesitu, dan memang milik pemerintah, " imbuhnya.
Amnasmen mengatakan, ada pelanggaran bahwasanya dilarang menjanjikan, atau memberikan uang. Menurutnya sanksi pidana, sehingga dalam laporan ada empat sanksi pidana yang dilanggar oleh calon dan pejabat ASN. Namun putusan Bawaslu Kota Solok tidak cukup bukti untuk ditindaklanjuti.
Baca juga:
Reneboy: Anies Rasyid Baswedan Pilihan ku
|
"Kami dari 3 laporan, berkesimpulan, dan sudah disampaikan ke Bawaslu Sumbar. Bahwa Bawaslu Kota Solok tidak netral dan berpihak, " ujarnya lagi.
Laporan kedua mengangkat kasus arak-arakan antar kelurahan yang melanggar izin kampanye. Menurut UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, arak-arakan dilarang karena dapat mengganggu ketertiban umum dan memiliki sanksi pidana. Namun, laporan ini juga dihentikan oleh Bawaslu Kota Solok dengan alasan serupa.
Laporan ketiga menyebut adanya dugaan penyerahan uang sebesar Rp1 juta kepada kelompok tani oleh salah satu paslon. Bukti berasal dari pengawas kelurahan yang melaporkan kejadian tersebut ke Bawaslu Kota Solok, tetapi laporan ini juga tidak ditindaklanjuti.
Amnasmen menambahkan, bahwa laporan-laporan yang berhubungan pelanggaran pidana tersebut diharapkan tetap diproses agar Pilkada di Kota Solok berjalan jujur, adil dan calon diperlakukan secara adil oleh penyelenggara Bawaslu.
"Karena kami diperlakukan tidak adil, Bawaslu Kota Solok berpihak. Kami datang ke Bawaslu Provinsi menyampaikan kronologis, dan meminta mengambil alih. Tanggapan Bawaslu Provinsi akan langsung melakukan rapat pleno hari ini. Kami berharap Bawaslu bersikap sebagai pengawas dan penindak terhadap pelanggaran, " ucapnya.
Respons Bawaslu Sumbar
Menanggapi laporan ini, Anggota Bawaslu Sumbar koordinator bidang penindakan, Vifner, SH mengatakan, segera menyikapi dan membawa rapat dengan pimpinan lainnya, untuk mengambil langkah dan tindakan selanjutnya, agar Pilkada berjalan sesuai aturan.
"Kami akan segera membicarakan laporan ini dalam rapat, dan akan mengambil langkah tegas untuk menyikapinya, sesuai dengan aturan berlaku, dengan mengakomodir semua pihak, sehingga semua berjalan sesuai aturan dan objektivitas juga terjaga, " tutup Vifner.
Langkah ini diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga pengawas pemilu serta memastikan proses Pilkada di Kota Solok berjalan dengan jujur, adil, dan demokratis.